Rabu, 20 Oktober 2010

PENDIDIKAN ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL

PENDIDIKAN ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL





MAKALAH
Disusun guna memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
Disusun oleh :
Akhmad Fauzan (072331005)



Tarbiyah/ Smester IV
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
TAHUN 2009


A. PENDAHULUAN

Usaha pendidikan yang sudah berjalan sekian abad di Indonesia pasti membutuhkan peninjauan kembali untuk mengadakan penyesuaian pada tuntutan baru sejalan dengan perkembangan budaya bangsa. Memperbaharui tujuan strategis dari pendidikan Islam, yaitu tujuan yang menciptakan manusia beriman yang meyakini suatu kebenaran dan berusaha membuktikkan kebenaran tersebut melalui akal, rasa, feeling, dan kemampuan untuk melaksanakannya melalu amal yang tepat dan benar atau disebut amal saleh yang bearti baik atau pengetahuan benar yang membentuk sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Secara umum pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk akhlak yang baik, dalam hal ini akan sangat terlihat bagaiamana perubahan sikap yang akan ditumbuhkan, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kehidupan disekitarnya. Apakah pendidikan Islam mampu merubah tatanan sosial menjadi lebih baik, dimana kondisi saat ini yang sudah memasuki kehidupan serba modern? Harusnya hal ini menjadi sorotan yang utama, bagaimana fungsi lembaga-lembaga pendidikan dalam mendidik anak didiknya menuju perubahan sosial yang baik dengan tidak meningggalkan budaya-budaya kemodernan.
Pembentukan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari, dapat di tandai dengan karaktristik pendidikan, yaitu tidak hanya mengajarkan atau mentransformasikan ilmu dan keterampilan serta kepekaan rasa (budaya) dan atau agama, melainkan pendidikan seyogianya memberi perlengkapan kepada anak didik untuk memcahkan masalah yang sudah tampak sekarang maupun yang akan tampak di masa akan datang. Dalam makalah ini akan sedikit disinggung bagaiman peran pendidikan Islam dalam mengawal perubahan sosial yang lebih baik seiring makin pesatnya kemajuan budaya dan tekhnologi serta kemoderenan yang lainnya sert5a kajian ulang tentang pondok pesantren sebagai basis yang akan menciptakan kader-kader yang berkualitas. Untuk lebih lanjut simak pada bab pembahasan.





B. PEMBAHASAN

1) Pola Dasar Pendidikan Islam
Pendiikan Islam yang dilaksanakan dalam suatu system memberikan kemungkinan berprosesnya bagian-bagian menuju ke arah tujuan yang ditetapkan sesuai ajaran Islam. Jalannya proses itu baru bersifat konsisten dan konstan (tetap) bilamana dilandasi dengan pola dasar pendidikan yang mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan Islam. Dengan demikian suatu system pendidikan Islam harus berkembang dari pola dasarnya yang akan membentuknya menjadi pendidikan yang bercorak dan berwatak serta berjiwa Islam. Sifat konsisten dan konstan dari proses pendidikan tersebut tidak akan keluar dari pola dasarnya sehingga resultat (hasilnya) juga sama sebangun dengan pola dasar tersebut.
Meletakan pola dasar pendidikan Islam berarati harus meletakan nilai-nilai dasar agama yang memberikan ruang lingkup berkembangnya proses kependiidkan Islam dalam rangka mencapai tujuan. Bukannya nilai-nilai dasar yang dibentuk itu mempunyai kecenderungan untuk menghambat atau menghalangi berkembangnya proses tersebut.

2) Pengertian Perubahahn Sosial Dan Budaya
Para ahli sosiologi pernah mengklasifikasikan masyarakat menjadi masyarakata yang statis dan dinamis. Masyarakat statis merupakan masyarakat yang sedikit sekali mengalami perubahan dan perubahan pun berjalan lambat. Adapun masyarakat dinamis merupakan masyarakat ysng mengalami berbagai perubahan secara cepat. Oleh karena itu, pada masa tertentu, suatu masyarakat dapat dianggap sebagai masyarakat yang ststis sedangkan masyarakat lainnya dianggap sebagai masyarakat yang dinamis.
Segala perubahan yang terjadi tidak terlalu berarti kemajuan (progress) namun dapat pula mengalami kemunduran (ingress). Saat ini ketika tekhnologi komnunikasi semakin modern, tekhnologi banyak mempengaruhi perubahan sosial. Informasi semakin lama semakin mudah didapat dan komunikasipun menjadi lebih mudah dilakukan. Penemuan-penemuan tekhnologi yang terjadi di suatu tempat dapat dengan dengan cepat diketahui oleh masyarakat yang lain yang jauh dari tempat tersebut. William F. Okburn tidak memberikan pengertian konkrit, apa itu perubahan sosial. Menurutnya perubahan sosial mencakup unsur kebudayaan, baik yang materil maupun yang immaterial, terutama menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan materil terhadap kabudayaan immaterial.
Sementara itu, Bassam Tibi menyatakan bahwa pola budaya bukan merupakan refleksi dari perubahan sosial yang telah terjadi, namun pola-pola budaya itu mampui membentuk prubaha soisal, walaupun pada saat yang sama, pola-pola budaya itu merupakan produk dari perubahan sosial itu.
Pandangan dunia, budaya dari manusia dapat, tetapi harus berubah secara bersisian dengan perubahan struktur sosial. Sisitem sosiokultural ternyata resisten terhadap perubahan. Peran hukum dalam Islam menjadi contoh utama untuk kasus ini, salah satu prinsip dasar system agama islam adalah bahwa sisitem itu tidak akan berubah, dan sisitem itu tidak boleh berubah, karena system ini mengaskan risalah atau kebenaran yang definitive dan terakhir untuk seluruh umat manusia.

3) Impelmentasi Pendidikan Islam Dalam Kehidupan pribadi dan Sosial
a) Perilaku manusia yang berhubngan dengan Allah
 Bersyukur
Yaitu, manusia mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diperoleh-Nya. Ungkapan syukur dimaksud, tampak melalu perkataan dan perbuatan.
 Bertasbih
Yaitu manusia menyucikan Allah dengan ucapan
 Beristigfar
Yaitu,manusia meminta ampun kepada Allah atas segala dosa yang telah diperbuatnya.
b) Perilaku manusia yang berhubungan dengan sesamanya
 Perilaku yang berhubungan dengan diri
Perilaku yang berhubungan dengan individu manusia adalah seperangkat norma hukum yang dibuat oleh Allah SWT (Pencipta) yang diperuntukan kepada mahluk manusia.
 Perilaku yang berhubungan denga keluarga
Perilaku yang berhubungan dengan keluarga dapat diketahui dan dipahami bahwa ikatan hubungan keluarga di dalam ajaran Islam diatur oleh Allah SWT dalam bentuk system kekerabatan dan perkawinan dalam hukum Islam.
 Perilaku yang berhubungan dengan masyarakat
Perilaku yang berhubungan dengan masyarakat antara lain: ukhuawh/persaudaraan, ta’awun/tolong-menolong, adil, pemurazh, pemaaf, menepati janji, berwasiat di dalam kebenaran.
4) Pesantren Dalam Dinamika Perubahan Sosial
Jika menelusuri kondisi pesantren dengan semakin banyak dan kompleks varian dan dinamikanya baik secara fisik kultur, pendidikan maupun keseimbangannya maka pesantren secara istilah (epistemologis) sesungguhnya tidaklah sesederhana seperti yang teridentifikasi dengan adanya kiyai, santri, maupun masjid, karena konsepsi dasar dari katgori kiyai dan santri sampai sejauh ini masih bersifat multi interpretable selain itu kategorisasi yang tidak didasarkan pada hakikat instrinstik dari suatu objek merupakan suatu tindakan simplitikatif, reduktif, bahkan distortif, maka dalam wacana feminologi, pesantren sesungguhnya suatu lembaga atau instusi pendidikan yang berorientasi pada pembentukan manusia yang memiliki moralitas keagamaan Islam dan sosial uang diakutalisasikan dalam system pendidikan dan pengajarannya.
Akibat makin meningkatnya kemajuan tekhnologi dan kehidupan maka pesantren perlu melakukan representasi pada misi dan visi pendidikannya, sehingga pergerakan pesantren lebih membumi. Meskipun secara kultural memiliki konsep aksiologi ilmu dan kaya dengan berbagai khazanah ilmu, tetapi pesantren memiliki kelemahan yang sangat mendasar dalam metodologi. Dengan kelemahan itu pesantren tidak mampu menjelaskan semua potensi yang dimilikinya bagi perkembangan masyarakat. Pesantren akan tetap terkurung dalam orbitnya sendiri, sehingga tidak mampu mengantisipasi perubahan sosial. Karena itu, dalam rangka mempertegas visinya, pesantren perlu disuplai sejumlah pakar atau ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu.
Lalu apakah pesaantren saat ini telah mempunyai peran signifikan seperti yang pernah dimilikinya pada era penjajahan? Persoalan krusial yang dihadapi saat ini adalah lemahnya integritas moral, baik di tingkat menengah maupun bawah. Indikator dalam problem ini terlihat dari budaya korupsi, maraknya tayangan pornografi di televisi, majalah, Koran dan media cetak yang lainnya. Saat ini pesantren justru lebih terjebak dalam perjuangan kepentingan yang bersifat pragmatis, oportunis, terutama saat-saat menjelang pemilu. Pesantren saat ini ibarat kapal yang berlayar di tengah gelombang laut dengan tanpa tujuan, ia akan beralayar menuju ke tempat yang diinginkan oleh nahkodanya.
Ditengah arus perubahan tata nilai, pesantren tampak meimiliki sense of crisis sama sekali, maka tidak mengherankan jika fungsi pesantren saat ini secara factual sudah tergantikan olehn lembaga/institusi yang lahir dari kalangan akademisi/kampus, maka dari itu pesantren perlu melakukan reorienrtasi gerak pengajaran dan pendidikan serta perlu mengkaji pendekata baru dalam system pendidikannnya. Untuk itu harus dirumuskan system pendidikan yang bisa melahirkan manusia yang memiliki kemampuan untuk memilih diantara keragaman-keragaman budaya. Pilihan terhadap suatu budaya, di tengah keragaman itu, yang didasarkan pada karakteristik suatu masyarakat tertentu akan menentukan visi dan masa depan masyarakat bersangkutan. Visi pesantren di masa depan sangat ditentukan oleh kemampuan para kiai untuk memilih system budaya yang sesuai dengan karakteristik dan pandangan dunia masyarakat pesantren.
Kecuali itu, pendidikan diharapkan mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim yang kritis dan fungsional bagi proses pemberdayaan masyarakat, bukan hanya ilmuwan yang berkutat dengan persoalan pragmatis belaka, tetapi juga yang concern alternative pembangunan yang relevan dengan latar belakang sosial budaya masyarakat Indonesia. Muhamad syahrur dan Nurcholis madjid merumuskannnya sebagai berikut:
a) Religiusitas (religiousity), bukan religion = agama sebagai orientasi gerak pesantren rasa keberagaman bukanlah agama. Agama lebih bersifat personal.menurut Nurcholis Madjid termanifestasi dalam tasawuf. Celakanya justru aspek yang merupakan inti dari kurikulum keagamaan inilah yang cenderung terabaikan dan hanya dikaji sambil lalu. Religiusitas dapat di peroleh melalui dua cara, pertama melalui kajian yang serius terhadap tasawuf, kedua pembentukan milliu/lingkungan yang representative bagi pengembangan potensi rasa keberagaman. Pengkajian dan penghayatan terhadap dimensi spiritualitas inilah yang kelak akan menghasilkan generasi-generasi yang peka terhadap aspek moralitas. Pesantren juga perlu memberikan kesadaran baru bagi para santrinya bahwa keberagaman merupakan proses yang tidak pernah berakhir.
b) Utilitas (utility/kebutuhan/fungsional) sebagai pendekatan dalam kurikulum pendidikan. Menurut Muhammad syahrur, sebuah ironi dalam sebuah pendidikan umat islam sekarang adalah in-efesiensi dalam sistem dan pendekatan terhadap kajian-kajian keilmuan Islam klasik. Hampir disetiap lembaga pendidikan Islam tradisional (pesantren) terjadi pembahasan yang terlalu detail dan rumit terhadap bentuk-bentuk ritual keagamaan yang menurutnya bisa dijelaskan secara sederhana dan dalam periode waktu yang tidak terlalu lama.
Pendalaman yang terlalu njlimet terhadap persoalan-persoalan tersebut tidak banyak memberikan nilai positif serta tidak praktis. Apa yang dinyatakan oleh syahrur sejalan dengan keraguan Nurcholis Madjid yang mempertanyakan apakah pengetahuan dan keahlian dalam suatu bidang, fiqih misalnya secara keseluruhan relevan dengan keadaan sekarang. Maka kajian keilmuan di pesantren mestinya dilakukan dari sudut pandang persoalan apa yang benar-benar bermanfaat secara amaliah/praktis bagi santri dimasa depan. Dengan bepijak pada pendekatan ini maka pengajaran/pembelajaran tentang materi-materi keilmuan di pesantren yang meliputi fiqih, aqidah dan lainnya harus ditinjau ulang dan dirumuskan kembali dengan menggunakan azaz nilai manfaat praktis dan pragmatis santri dimasa depan.




C. KESIMPULAN

Sebagaimana uraian diatas keterkaitan dengan pendidikan Islam yang dalam hal ini dikaitkan dengan adanya perubahan sosial pada saat ini maka dapat kami simpulkan bahwa pendidikan Islam pada saat ini mempunyai tantangan yang sangat besar. Makin berkembanganya ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta dengan meluasnya arus globalisasi menjadi factor utama penyebab kemerosotan moral, hal ini dapat tergambarkan dengan makin banyaknya orang yang korupsi, beredarnya situs-situs porno, tindakan-tindakan kejahatan, asusila, serta budaya-budaya yang sudah jauh dari nilai-nilai Islam. Terlepas dari itu juga masyarakat muslim Indonesia masih sangat tertinggal jauh dari era modernisasi.
Peran lembaga pendidikan Islam baik formal maupun non formal sangat diharapkan sekali mempunyai metodologi yang tepat dalam menghadapi arus perubahan sosial. Dalam hal ini pondok pesantren yang menjadi pembahasan di sini tersorot masih banyak yang bersifat tradisional sekali, Sehingga out put yang dihasilkan masih kurang sesuai untuk menghadapi zaman seperti sekarang ini.
Keresahan ini juga pernah diutarakan oleh Muhammada Shahrur dan Nurcholis Madjid peran pesantren saat ini harus bisa mengimbangi adanya perubahan sosial yang sudah serba modern. Metodologi yang digunakan perlu ada reorientasi yang pasti, diantaranya dengan lebih memper dalam agama sebagai kajian spiritulitas serta kajian-kajian tentang keilmuan yang menjurus pada fungsionlitas. Berarati disini ada dua term yang penting yaitu kajian agama sebagai spiritualitas dan kajian agama sebagai fungsionalitas. Semoga Allah meberikan petunjuk yang benar bagi kita semua, Maha Suci Allah atas segala kekuasaanya.








DAFTAR PSTAKA

H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta 1993
Zaenudin Ati, Pendidikan Agama Islam, Bumi Aksara, Jakarta 2007
Masthuhu, Memperdayakan Sistem Pendidikan Islam, PT. LOGOS Wacana Ilmu, Jakarta 1999
www. blogspot. Com.
Bassam Tibi, Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial PT. Tiara Wacana, Yogyaakarta 1999
Karel. A. Stenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, LP3S, Jakarta, 1994
Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Ciputat Press, Jakarta 2002Muh. Syahrur, Al-Kitab Wa Al-Qur’an, Qiroah Mu’ashirah, Dar Al-Ahali, Damaskus, 1990
Muh. Syahrur, Al-Kitab Wa Al-Qur’an, Qiroah Mu’ashirah, Dar Al-Ahali, Damaskus, 1990
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Paramadina, Jakarta, 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar