Rabu, 20 Oktober 2010

PPSI

MODEL PENGAJARAN PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)





MAKALAH

Makalah
Disusun dan Diajukan guna memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Desain Pembelajaran PAI Alternatif
Dosen Pengampu : Rohmat, M. Ag. M. Pd.



Disusun oleh :
Akhmad Fauzan (072331005)

Tarbiyah/ PAI-1/Smester VI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PURWOKERTO
2009










BAB I
PENDAHULUAN
`

Pembelajaran bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan, melainkan adanya kemampuan dari guru yang memiliki dasar-dasar mengajar yang baik. Mengajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan belajar, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Adanya perubahan paradigma pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada siswa, menuntut adanya perubahan unsur-unsur lain yang menunjang dalam pembelajaran tersebut, seperti adanya perubahan kurikulum.
Pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila ada keberanian untuk mencari metode serta membangun paradigma baru. Hal ini diperlukan penerapan cara dan metode yang lain yang telah digunakan pada masa lampau. Suatu metode yang telah terbukti mampu mendatangkan hasil baik pada masa lampau belum tentu akan membawa hasil yang sama jika diterapkan di masa kini dan mendatang.
Dalam sejarah perjalanan kurikulum banyak sekali pola-pola pengajaran yang telah diterapkan di dalam dunia pendidikan kita. Dengan perubahan yang terjadi pada kurikulum, pola pengajaranpun turut serta mengiringi perubahan tersebut, baik dari segi pengguanaan nama atau perubahan pada strukturnya. Sebagai contoh ialah pola pengajaran PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Isstruksional). Dimana pola ini mulai diterapkan pada kurikulum 1975 yang pada saat itu kurikulumnya beracuan pada tujuan yang setiap komponen dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional.
Dalam makalah ini akan sedikit kami uraikan terkait dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), mulai dari pengertian, komponen-komonen PPSI, langkah-langkah pokok dalam mengembangkan PPSI serta beberapa model dari PPSI. Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.


BAB II
PEMBAHASAN

PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional)
A. Pengertian
Pengertian sistem intruksional menunjukan pada pengertian pengajaran sebagai suatu sistem, yaitu sebagai suatu komponen yang terorganisir, yang terdiri dari sejumlah komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagai suatu sisitem, pengajaran mengandung sejumah komponen antara lain materi pelajaran, metode, alat, evaluasi, yang kesemuanya itu berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan.
Dengan kata lain agar tujuan pengajaran itu dapat dicapai, semua komponen-komponen yang ada di dalamnya harus diorganisir sedemikian rupa sehingga mereka (komponen-komponen tersebut) dapat bekerjasama dengan harmonis. Karena itu dalam pengembangan suatu sistem pengajaran atau sistem intruksional, kita tidak boleh hanya memperhatikan komponen materi saja, atau metode saja, atau evaluasi saja, tanpa melihat pengajaran sebagai suatu keseluruhan, sebagai suatu sistem.
Pengertian sistem intruksional ini dapat ditetapkan dalam ruang lingkup yang luas seperti sistem pengajaran dalam sekolah pembangunan, tapi dapat pula dalam ruang lingkup yang lebih sempit, misalnya sistem dalam pengajaran IPA di SD.
Selain itu pengertian sistem berlaku juga untuk ruang lingkup yang sangat terbatas (disebut mycro-sistem), misalnya sistem dalam pengajaran mengenai suatu topik pelajaran tertentu, umpamanya mengenai: perang Diponegoro, berhitung pecahan, magnit dan listrik, jenis-jenis kalimat dalam bahasaa Indonesia, dan sebagainya. Pengertian sistem intruksional dalam ruang lingkup yang terakhir inilah yang akan dititik beratkan dalam materi program in-service training ini, di mana hal itu sangat sesuai (kena) dengan tugas pekerjaan para guru sehari-hari di kelas.
Dalam memberikan pengajaran mengenai suatu topik pelajaran tertentu kepada murid-muridnya, para guru dihadapkan pada sejumah persoalan, antara lain:
1. Tujuan apa yang ingin dicapai?
2. Materi-materi pelajaran apa yang perlu diberikan untuk mencapai tujuan di atas?
3. Metode/alat mana yang akan digunakan?
4. Bagaimana prosedur mengevaluasinya?
Prosedur dalam mengembangkan sistem intruksional mengenai suatu topik yang akan diajarkan itulah yang akan dibahas dalam materi in-service training ini (latihan jabatan), yang dipandang sangat berguna bagi para guru dalam melaksanakn tugas mengajarnya sehari-hari disekolah. (Engkoswara, 1984: 20-21)

B. Komponen-Komponen PPSI
PPSI adalah suatu pedoman yang disusun oleh guru dan berguna untuk menyusun satuan pelajaran, PPSI terdiri dari beberapa komponen, diantara komponen-komponen tersebut ialah sebagai berikut:
1. Pedoman perumusan tujuan, yang memberikan petunjuk bagi guru dalam merumuskan tujuan-tujuan khusus. Perumusan tujuan khusus itu berdasarkan pada pendalaman dan analisis terhadap pokok-pokok bahasan/subpokok bahasan yang telah digariskan untuk mencapai tujuan intruksional dan tujuan kurikuer dalam GBPP.
2. Pedoman prosedur pengembangan alat penilaian, yang memberikan petunjuk tentang prosedur penilaian yang akan ditempuh, tentang tes awal (pre test) dan tes akhir (post test), tentang jenis tes yang akan digunakan dan tentang rumusan soal-soal tes sebagau bagauan dari satuan pelajaran.
3. Pedoman proses kegiatan belajar siswa, merupakan petunjuk untuk menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar siswa sesuai dengan bahan pelajaran yang harus dikuasai dan tujuan khusus intruksional yang harus dicapai oleh para siswa.
4. Pedoman program kegiatan guru, yang merupakan petunjuk-petunjuk bagi guru untuk merencanakan program kegiatan bimbingan sehingga para siswa melakukan kegiatan sesuai dengan rumusan TIK. Dalam hubungan ini guru perlu:
a. Merumuskan materi pelajaran secara terperinci
b. Memilih metode-metode yang tepat
c. Menyusun jadwal secara terperinci
5. Pedoman pelaksanaan program, yang merupakan petunjuk-petunjuk dari program yang telah disusun. Petunjuk-petunjuk ini berkenaan dengan dimulainya pelaksanaan tes awal dilanjutkan dengan penyajian/penyampaian materi pelajaran sampai pada dilaksanakannya penilaian hasil belajar. Tentu saja petunjuk itu bersifat luwes yang memungkunkan oerubahan dan perbaikan, dan peningkatan dari rencana semula.
6. Pedoman perbaikan atau revisi, yang merupakan engembangan program setelah selesai dilaksanakan. Perbaikan dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian akhir. (Oemar Hamalik, 2002: 74-75)

C. Langkah-Langkah Pokok Di Dalam Mengembangkan Sistem Instruksional
Bila kita ingin mengajarkan suatu topik pelajaran kepada murid-murid, perlu ditempuh sejumlah langkah-langkah tertentu. Di bawah ini merupakan uraian secara garis besar langkah-langkah pokok dalam mengembangkan Sistem Instruksional, langkah-langkah pokok tersebut adalah sebagai berikut:


1. Merumuskan Tujuan-Tujuan Pengajaran (Intruksional) Yang Ingin Dicapai
Langkah pertama dalam proses pengembangan Sistem Intruksional mengenai topik yang akan kita ajarkan adalah merumuskan tujuan-tujuan intruksional yang ingin dicapai dalam pengajara tesebut. Dengan tujuan-tujuan intruksional di sini dimaksudkan adalah perumusan tentang tingkah laku atau kemampuan-kemampuan yang kita harapkan dapat dimiliki oleh murid-murid setelah ia mengikuti pelangajaran yang kita berikan.
Kemampuan-kemampuan yang kita harapkan itu dirumuskan secara “specific” atau khusus dan operasional sehingga nantinya dapat kita ukur (nilai). Dengan kata lain tujuan instruksional ialah tujuan-tujuan yang berisi jenis-jenis kemampuan/tingkah laku yang kita harapkan dimiliki oleh murid-murid, setelah mereka mempelajari suatu pelajaran. (Roestiyah N.K, 1990: 99)
Lebih jelasnya ada beberapa kriteria dalam merumuskan tujuan instruksional, yaitu:
a. Harus menggunakan istilah-istilah yang operasional (contoh istilah-istilah yang operasional: menuliskan, menyebutkan, memiliki, membedakan, memecahkan soal, membandingkan, menghitung, dll. Contoh istilah-istilah yang kurang operasional: memahami, menikmati, mengetahui, menghargai, mempercayai, meyakinkan, dsb).
b. Harus dalam bentuk hasil (product)
c. Harus berbentuk tingkah laku murid
d. Hanya meliputi satu jenis tingkah laku. (Roestiyah N.K, 1990: 106)
Di bawah ini diberikan contoh salah satu tujuan intruksional dalam pelajaran berhitung (diberikan sejumlah benda, tidak lebih dari 10 buah) “murid-murid dapat menyebutkan jumlah benda-benda tersebut dengan tepat. (Roestiyah N.K, 1990: 99)
Kemudian Ahli-ahli pengajaran pada umumnya sependapat bahwa cara yang tepat untuk melukiskan tujuan intruksional yaitu dengan merumuskannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diamati, karena dengan demikian guru mempunyai ukuran yang jelas untuk menentukan mutu pengajarannya, namun juga ada sebagian yang tidak sependapat dengan itu. (W. James Popjom, Eva L Baker , 1981: 45)

2. Mengembangkan Alat Evaluasi
Setelah tujuan-tujuan intruksional kita rumuskan, maka langkah berikutnya adalah mengembangkan tes yang fungsinya adalah untuk menilai sampai dimana murid-murid telah meguasai kemampuan-kemampuan yang telah kita rumuskan dalam tujuan tersebut.
Berbeda dari apa yang biasanya kita lakukan, pengembangan alat evaluasi ini diabadikan tidak pada langkah-langkah terakhir, melainkan segera setelah tujuan-tujuan intruksional dirumuskan yaitu pada langkah kedua.
Hal ini didasarkan atas prinsip pengajaran yang berorientasi pada tujuan/hasil (output orientasi), yakni penilaian terhadap suatu Sistem Intruksional didasarkan atas hasil yang dapat dicapai. Hasil tersebut tergambar dalam perumusan tujuan-tujuan intruksional yang telah dikembangkan pada langkah pertama. Yang nantinya akan kita nilai.
Untuk mencek apakah perumusan tujuan-tujuan tersebut dapat dinilai (diukur) atau tidak, perlu kita kembangkan terlebih dulu alat evaluasi untuk menilai tujuan-tujuan tersebut sebelum kita melangkah lebih jauh. Dengan dikembangknannya alat evaluasi pada langkah kedua ini, mugkin ada beberapa tujuan yang perlu kita ubah atau dipertegas rumusannya, sehingga dapat diukur.
Inilah yang merupakan landasan pokok, mengapa pengembangan alat evaluasi dilakukan pada langkah-langkah permulaan dalam proses pengembangan Sistem Intruksional ini.

3. Menetapkan Kegiatan-Kegiatan Belajar Yang Perlu Ditempuh
Langkah ini bertujuan agar murid-murid dapat melakukan hal-hal yang telah dirumuskan tujua intruksional. Bila kita mengambil sebagai contoh tujuan pengajaran berhitung, maka yang akan kita lakukan di dalam langkah ketiga ini adalah menetapkan jenis kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh murid-murid agar nantinya mereka dapat menghitung jumlah benda-benda yang tidak lebih dari 10. Kegiatan belajar yang perlu ditempuh tersebut antara lain belajar:
a. Mengenal bilangan 2 s/d 10
b. Menghitung 1 s/d 10 tanpa menggunakan benda.
c. Menghitung dengan menggunakan benda.

4. Merencanakan Program Kegiatan
Hal-hal pokok yang perlu ditetapkan dalam merencanakan program kegiatan adalah menetapkan isi (materi) pelajaran yang akan diberikan, metode alat apa yang akan dipakai dan jadwal pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran sangat erat hubungannya dengan kegiatan belajar yang perlu ditempuh murid-murid. Bila di dalam kegiatan belajar ditetapkan, bahwa murid-murid perlu mengenal bilangan 1 s/d 10, maka materi pelajaran adalah;
a. Nama-nama bilangan 2 s/d 10
b. Simbol dan lambang untuk masing-masing nama bilangan tersebut (1,2,3,4,5 dan seterusnya).
Bagaimana cara kita menyampaikan materi pelajaran itu kepada murid sangat bergantung pada kegiatan-kegiatan belajar yang akan ditempuh dan tujuan intruksional yang ingin dicapai.
Dalam contoh di atas, cara-cara tersebut akan meliputi ceramah (menerangkan kepada murid), demonstrasi yang dilakukan oleh guru, latihan yang dilakukan murid-murid dan sebagainya. Demikian pula alat pelajaran yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan beajar yang ditempuh, misalnya kartu-kartu yang berisi nama-nama dan lain-lainyang dapat digunakan dalam mengajarkan pengertian jumlah.
Selanjutnya dengan materi pelajaran yang telah disusun atas dasar kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh, dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, berapakah jumah waktu yang dibutuhkan untuk mengajarkan materi tersebut? Pokok-pokok materi apakah yang akan diberikan pada hari pertama, hari kedua dan seterusnya? Kesemuanya ini menyangkut jadwal pelajaran, yang harus direncanakan dengan seksama sebelumnya, sehingga pelaksanaannya nanti akan berjalan dengan lancar.

5. Melaksanakan Program
Setelah program kegiatan selesai kita rencanakan, maka tibalah saatnya bagi kita untuk melaksanakan program tersebut. Langkah ini merupakan try-out (percobaan) dari program yang telah kita susun. Hasil try-out ini memberikan kepada kita bahan-bahan yang berguna untuk mengadakan perbaikan atau penyempurnaan terhadap program tersebut untuk masa-masa yang akan datang. (Roestiyah N.K, 1990: 99-102)

D. Model-Model Sistem Intruksional
Ada dua model sistem instruksional yang kami temukan yaitu model instruksional yang beracuan prosedur dan model instruksional yang beracuan tujuan, berikut ini sedikit penjelasan dari model-model tersebut.
1. Model Intruksional Yang Beacuan Prosedur
Banyak pendidik percaya bahwa dengan mengamati seorang guru di dalam kelas, seseorang dapat mengambil kesimpulan –kesimpulan yang memuaskan tentang kompetensi mengajar guru tersebut. Inilah asumsi yang mendasari sebagian besar kegiatan supervisi pendidikan. Seorang supervisor mengunjungi kelas dan memperhatikan prosedur-prosedur yang dipergunakan oleh guru tersebut, seperti caranya mengajukan pertanyaan kepada seorang siswanya, caranya menanggapi jawaban-jawaban siswanya, atau caranya menggunakan papan tulis. Sesudah itu supervisor menemui si guru untuk membicarakan cara-cara “memperbaiki tekhnik-tekhniknya. Pembicaraan itu didasarkan asumsi bahwa si supervisor mengetahui tekhnik-tekhnik mengajar yang lebih baik.
Banyak juga penelitian pendidikan yang menelaah masalah-masalah kompetensi mengajar ini terutama berdasarkan prosedur-prosedur yang dipergunakan guru dalam mengajar kelasnya. Kelemahan dari semua usaha untuk memberikan batasan pengertian guru yang baik tersebut adalah bahwa usaha-usaha itu dilandasi konsepsi yang tidak dapat membuat efektifitas pengajaran. Kalaupun pernah, jarang diperhatikan soal yang lebih penting, yaitu apa yang terjadi pada diri siswa sebagai konsekuensi dari prosedur-prosedur yang dipergunakan di keas, padahal ini merupakan soal yang sangat menentukan.
Dengan singkat, konsepsi-konsepsi pegajaran yang beracuan prosedur tidak memadai untuk pengambilan keputusan intruksional oleh guru.

2. Model Instruksional Yang Beracuan Tujuan
Model instruksional yang beracuan tujuan mula-mula memperhatikan soal perilaku yang seharusnya ditunjukan oleh seorang siswa pada akhir pengajaran. Setelah perilaku siswa yang diinginkan itu, yaitu tujuan dirumuskan secara spesifik, pemilihan prosedur pengajaran menjadi mudah sekali dan pada umumnya jauh lebih efektif
Maka keuntungan utama dari model ini ialah bahwa model ini membantu guru dalam mengadakan pemilihan pendahuluan terhadap kegiatan-kegiatan belajar-mengajar. Dengan model ini dapat dipilih kegiatan-kegiatan guru dan siswa yang memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan-tujuan interaksional oleh siswa.
Keuntungan kedua ialah bahwa model tersebut memberikan kemungkinan kepada guru untuk lambat laun, meperbaiki rencana program mengajarnya. Seorang guru yang mempergunakan model ini memiliki standar yang jelas sekali yang dapat dipakai sebagai dasar untuk memodifikasi prosedur-prosedur pengajarannya. (W. James Popjom, Eva L Baker, 1992: 8-11)


I III Penetapan Tujuan kegiatan Belajar
Perumusan Tujuan


IV Merencanakan Program Kegiatan

II
Pengembangan V Pelaksanaan
Alat Evaluasi - Pre-Test
- Program
- Post-Test
- Perbaikan


Gbr. Diagram PPSI
Ini menunjukan bahwa hasil evaluasi memungkinkan kita untukmeninjau kembali rencana program, kegiatan belajar, tujuan-tujuan yang telah kita rumuskan, dan alat evaluasi yang telah kita kembangkan. (Roestiyah N.K, 1990: 122-123)



BAB III
KESIMPULAN


Dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa PPSI adalah suatu pedoman yang disusun oleh guru dan berguna untuk menyusun satuan pelajaran. Pengertian PPSI juga bisa diartikan dalam ruang lingkup yang luas seperti dalam sistem pengajaran dalam sekolah pembangunan, tapi dapat pula dalam ruang lingkup yang lebih sempit, misalnya sistem dalam pengajaran IPA di SD. Selain itu pengertian sistem berlaku juga untuk ruang lingkup yang sangat terbatas (disebut mycro-sistem).
Dalam PPSI ada 6 (enam) komponen yang harus diperhatikan diantaranya ialah: Pedoman perumusan tujuan, pedoman prosedur pengembangan alat penilaian, pedoman proses kegiatan belajar siswa, pedoman program kegiatan guru, pedoman pelaksanaan program, pedoman perbaikan atau revisi. Selain itu juga perlu diperhatiakan langkah-langkah pokok dalam pengembangannya, diantaranya yaitu: merumuskan tujuan-tujuan pengajaran (intruksional) yang ingin dicapai, mengembangkan alat evaluasi, menetapkan kegiatan-kegiatan belajar yang perlu ditempuh, merencanakan program kegiatan, melaksanakan program.
Jadi PPSI ialah suatu model atau pola pengajaran yang mana dalam prosesnya mengaitkan segala komponen-komponen yang ada secara terorganisir atau tersistem dengan baik yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah diharapkan sebelumnya.











DAFTAR PUSTAKA



Engkoswara, Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran, (PT. Bina Aksara: Jakarta, 1984).

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (PT. Bumi Aksara,: Jakarta, 2002).

Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar, (Rineka Cipta: Jakarta, 1990).

W. James Popjom, Eva L Baker, Bagaimana Merumuskan Tujuan Intruksional, (Yayasan Knisius: Yogyakarta 1981.

W. James Popjom, Eva L Baker, Tekhnik Mengajar Secara Sistematis, (PT. Rineka Cipta: Jakarta, 1992).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar